Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

Maqamat (4) Lathifatul Khafi

Maqam ini adalah maqam keempat dalam kajian Thariqat An-Naqsyabandi untuk melaksanakan pembersihan penyakit bathin, maka jika seseorang telah berdzikir pada maqam sebelumnya, maka pada tempat inilah pula dzikir kepada Allah yang keempat di lakukan, maksudnya adalah untuk pengobatan penyakit rohani secara bertahap dan berbagai tingkatan pembersihan penyakit bathin atau rohani.

Pembersihan penyakit bathin di sini ialah mengobati seluruh penyakit bathin yang buruk pada diri manusia secara bertahap, jika seseorang hamba ingin menuju kepada khalik-Nya, sudah tentu penyakit bathin harus di obati terlebih dahulu, sebab jika seseorang hamba yang menuju kepada tuhannya tetapi masih ada penyakit bathinnya maka tiada akan dapat sampai (ma’rifat) kepada tuhannya, sebab Allah adalah dzat yang Maha Suci. Bathin pada manusia umumnya penuh dengan penyakit yang berupa sifat madzmumah (sifat yang buruk), artinya bathin di penuhi dengan penyakit sifat yang buruk, nah sifat buruk pada manusia ini harus di obati dulu sebelum dapat menuju kepada tuhannya, seseorang hamba tiada akan semudah itu akan dapat mengenal khalik-Nya tanpa bathinnya bersih dari sifat buruk tersebut.

Sifat buruk pada bathin manusia di wilayah ini adalah busuk hati dan munafik yang mana termasuk di dalamnya adalah pendusta, mungkir janji, penghianat dan tidak dapat di percaya, yang di dalangi oleh iblis dan syaithan, rumah atau istananya adalah pada limpa jasmani manusia, yang senantiasa selalu membisikkan berbagai tipu daya dan hasut agar manusia selalu dalam kemaksiatan di bidang sifat buruk tersebut, untuk menumpas keberadaan syaithan ini maka lazimkanlah dzikrullah pada wilayah ini dengan senjata kalimah Allah…Allah…Allah…, dengan harapan para iblis dan syaithan dapat keluar dari rumah atau istananya tersebut dari dalam diri manusia, jika sudah demikian maka tentu sifat tersebut sudah jauh berkurang bahkan hilang sama sekali dari dalam diri bathinnya tersebut, yang tinggal hanyalah kalimah Allah saja yang menempatinya, hal demikianlah merupakan pintu dasar keempat menuju akan kedekatan kepada Allah serta dapat mengenalnya.

Maqam keempat dari cara berdzikirnya seorang hamba untuk mengobati penyakit bathin ini adalah di sebut dengan LATIFATUL KHAFI dengan pengertian yang di jabarkan dan di ajarkan dzikirnya sebagai berikut : Maqam ini berhubungan dengan limpa jasmani manusia dengan daerah kira-kira dua jari di atas susu kanan, berdzikir pada maqam ini dalam sehari semalam sekurang-kurangnya 1000 kali, ini adalah wilayahnya Nabi Isa As dengan bercahayakan hitam dan berasal dari air.

Ini adalah tempatnya sifat madzmumah pada manusia, seperti :
  • Busuk hati;
  • Munafik, dengan kandungan sifat nya yaitu ; pendusta, mungkir janji, penghianat dan tidak dapat di percaya.
Nah, jika ikhlas dzikir pada tempat ini maka hilanglah sifat yang demikian dan berganti dengan sifat yang terpuji, yaitu :
  • Ridha;
  • Syukur;
  • Sabar, dan
  • Tawakkal.
Madzmumahnya lathifatul khafi ini di katakan dengan sifat syaithan yang menimbulkan was-was, cemburu, dusta dan sebagainya dan yang sejenis, mahmudahnya adalah sifat syukur dan ridha serta sabar dan tawakkal, ini di katakan dengan sunahnya Nabi Isa As.

Puncaknya adalah fana fissifatissalbiyah dan mati hissi, mati hissi artinya segala sifat keinsanan yang baharu menjadi lenyap atau fana dan yang tinggal hanyalah sifat ketuhanan yang qadim azali, pada tingkat ini tanjakan bathin seseorang yang berdzikir telah mencapai tingkat yang tinggi, yaitu mulai mengenal akan ma’rifat, pada tingkat ini orang yang berdzikir telah mengalami keadaan yang tidak pernah di lihat oleh mata dzahir, tidak pernah di dengar telinga dzahir dan tidak pernah terlintas dalam hati sanubari manusia dan tidak mungkin pula bisa di sifati oleh sifat manusia, kecuali yang telah di karuniakan oleh Allah dengan seperti pada jalan tersebut di atas.

Jika seseorang hamba tiada mau berdzikir pada wilayah ini, maka menurut kajian tasawwuf sangatlah susah untuk membuat seseorang hamba dapat sampai dan mengenal akan tuhannya, sebab dengan sifat buruk di atas, maka seseorang manusia akan selalu mengikuti akan petunjuk atau bisikan iblis dan syaithan, sifat ini merupakan sifat yang di benci Allah serta hanya ada pada iblis dan syaithan juga pada orang yang tidak beriman.

Untuk hal yang demikianlah maka oleh para guru tasawwuf sangat menekankan pengobatan penyakit bathin ini, jika ingin menjadi manusia yang beraqidah akhlak yang baik serta mendapat keridhaan dari-Nya, jika seseorang hamba betul-betul ikhlas dan rajin berdzikir pada wilayah ini dan beristiqamah, maka insya Allah terbukalah rahasia gaib akan kebenaran dengan idzin dan kehendak-Nya, dia mendapatkan ilham dan karunia daripada-Nya, dan ini di katakan sunnah dan cara dzikirnya Nabi Isa As, sebab hanya dengan akal dan pikiran bathin yang bersihlah yang dapat menerima karunia, taufik, hidayah dan ilham dari Allah, hal demikianlah yang merupakan nur illahi terbit dari hati orang yang berdzikir, sehingga hatinya muhadharah (hadir) bersama Allah.

Oleh sebab di terimanya dzikir seorang hamba oleh Allah dan ini merupakan hasil dari mujahadahnya (perjuangan) dan merupakan rahmat dan karunia dari Allah, juga merupakan fanafillah di mana gerak dan diam tidak ada kecuali dari Allah, tata cara dzikir ini dalam Thariqat An-Naqsyabandi ini telah di atur secara turun menurun secara silsilah dan sampai kepada kami adalah sebagai berikut :
  1. Menghimpunkan pengenalan kepada hati sanubari, maksudnya menetapkan konsentrasi secara penuh hanya kepada Allah secara keseluruhan;
  2. Mengingat dzat Allah dengan hati sanubari, ini lebih menekankan kepada ingat terhadap Allah pada maqam yang di tuju untuk berdzikir;
  3. Mengucapkan Istighfar dengan bilangan yang ganjil, artinya secara syari’ah kita selalu mohon ampun kepada Allah, sama saja artinya dengan lebih mendekatkan diri kepada-Nya melalui istighfar, dan ucapan istighfar ini bilangannya secara ganjil, contohnya 3x, 5x, 7x dan seterusnya berapapun mau asal ikhlas;
  4. Membaca Surah Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali, dengan membaca ayat Al-Qur’an tentu hati akan lebih mudah menerima hidayah dariNya dan lebih mendekatkan diri kepada-Nya;
  5. Menghadirkan Masaikh Thariqat di hadapan kita, ini artinya bertawassul kepada Allah melalui keutamaan ulama-ulama ajaran ini yang lebih dahulu telah mendapatkan hidayah dari-Nya melalui cara dzikir ini, pelaksanaannya perlu kehati-hatian penuh, jika tidak akan terjatuh kepada kesyirikan;
  6. Menghadiahkan pahala Surah Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali kepada para masaikh, maksudnya bacaan yang di baca di atas tadi hadiahkan faedahnya kepada para ulama silsilah yang telah memakai ajaran dzikir ini yang lebih dahulu dari pada kita, ini merupakan penguatan terhadap tawassul atau rabithah tadi;
  7. Mematikan diri sebelum mati, maksudnya belajarlah mati sebelum di matikan dengan arti kata senantiasalah selalu ingat (dzikir) kepada-Nya;
  8. Memandang rabithah atau rupa guru, ini penerapannya sangatlah rumit dan penuh hati-hati, jika tidak maka akan tergelincir kepada syirik khafi (tersembunyi), pelaksanaannya adalah tekankan dalam hati akan bersyukur kepada Allah yang telah mengaruniakan hidayah-Nya bahwa ajaran ini di sampaikan Allah kepada kita melalui guru atau mursyid kita, di luar cara ini dalam menerapkannya maka syiriklah yang akan terjadi, bukannya mendapat keridhaan malah kemurkaan Allah-lah yang di dapat;
  9. Munajat kepada Allah, artinya sebelum kita mengucapkan dzikir Allah…Allah…Allah…terlebih dahulu kita membaca atau berdo’a sebagai berikut : “ILLAHI ANTA MAKSUDI WA RIDHAKA MATHLUBI”, artinya : “Ya Allah, hanya engkaulah yang kumaksud dan keridhaan engkaulah tujuanku.”
  10. Membaca dzikir kepada Allah, setelah keseluruhan cara di atas di laksanakan maka di mulailah dengan berdzikir atau membaca Allah…Allah…Allah…sebanyak-banyaknya sesuai dengan kemampuan dan kesempatan, jika sudah cukup dan selesai dari berdzikir maka panjatkanlah puja dan puji syukur kepada Allah yang telah memberi kesempatan dan kekuatan dalam beribadah dzikir ini.
Pelaksanaan dzikir ini menurut yang kami pelajari untuk di terapkan sewaktu melaksanakannya dan yang bisa di jabarkan oleh tuan guru atau mursyid adalah :
Wuquf Qalbiy, artinya kuatkan konsentrasi pikiran hanya kepada Allah yang tiada berwujud dan berbentuk dari segala sesuatu apapun di dunia ini, tetapi ianya hanyalah tunggal dan esa, dalam pelaksanaan ini ini sekurang-kurangnya buatlah pikiran itu memikirkan akan keberadaan kekuatan dan kesempatan kita saat berdzikir ini hanyalah merupakan kekuatan (hidayah) dari Allah, hal ini termasuk dalam kategori ingat kepada Allah secara af’al (perbuatan); 

Setelah dapat membuat pikiran yang sedemikian di atas, maka usahakanlah agar selalu ucapan dzikir tersebut masuk pada wilayah maqam yang telah di sebut di atas secara terus menerus laksana tembakan mitraliur yang tiada putusnya seraya memusatkan pikiran bahwa Allah senantiasa mengawasi kita dalam keadaan apapun juga; 

Jika masih terasa susah juga, maka cobalah buat ingatan rajah dari pada tulisan nama Allah dalam bayangan kita saat dalam berdzikir terus masukkan tulisan Allah tersebut pada maqam yang telah tersebut di atas, tapi ingat ini ada unsur syiriknya jika tiada hati-hati dalam menerapkannya dan ini tergolong kepada selemah-lemahnya seorang hamba dalam berdzikir kepada Allah, tetapi jika hanya mampu demikian maka memadailah secara tahap awal tetapi harus berusaha dengan keras agar jangan dengan cara ini, tetapi pakailah cara yang 2 (dua) di atas. 

Setiap selesai berdzikir harus selalu menyampaikan rasa syukur yang sebesar-besarnya kepada Allah atas karunia-Nya yang telah memberikan kekuatan dan kesempatan dalam ingat kepada-Nya.

4 komentar untuk "Maqamat (4) Lathifatul Khafi"

  1. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
    Alhamdulillah..., blog ini telah memberikan pencerahan kepada saya. Saya berharap ke depan, blog ini akan selalu eksis dan terus memberikan tulisan-tulisan yang sangat bermanfaat dalam penapakan mistis sufi yang tiada berujung.
    Wallahu waliyyut taufiq.
    Wassalam...

    BalasHapus
  2. Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh...
    Alhamdulillah dan terimakasih telah singgah dan hadir di blog ini.
    Insha Allah kami akan tetap terus berusaha untuk menyampaikan tentang perilaku sufi dalam beribadah kepada Allah, semoga segala bentuk amal ibadah kita di terima dan di ridhai Allah, aamiiin.

    BalasHapus
  3. ijin tuan bagaimana menurut tuan jika seorang mursyid suka mempermainkan LATHIFATUL KHAFI muridnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hmm...berarti seseorang tersebut belumlah sampai pada tahap mursyid yang sebenar mursyid, yang sebenar mursyid tidak akan berbuat sedemikian.

      Hapus

Terimakasih atas kunjungan anda...